SUGENG_RAWUH


Rabu, 22 Juni 2011

PEREMPUAN YANG BERKORBAN UNTUK KEMANUSIAAN

SITI HAJAR
PEREMPUAN YANG BERKORBAN UNTUK KEMANUSIAAN*

Perempuan dalam konteks sejarah sosial patriarkhis hampir selalu diluputkan dari perhatian masyarakat, akan tetapi tidak berlaku bagi Allah Swt. DIA mengabadikannya sebagai bagian dari sejarah ritual keagamaan utama, iabadah Haji. Ia hadir melalui sosok Hajar atau Siti Hajar. Ritual itu bernama “Sa’i”. Al-Qur`an menyebut : “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah satu dari sekian tanda kebesaran Allah Swt”(QS. Al Baqarah ). Sa’i adalah sebuah prosesi iabadah dengan jalan kaki, kadang-kadang berlari-lari kecil, pulang pergi dari bukit yang terjal (Shafa) ke bukit yang terjal lainnya (Marwah) sebanyak tujuh kali. Ia merupakan sebuah ritual yang sengaja dilahirkan untuk menghidupkan kembali sejarah perjuangan seorang perempuan. Meskipun Allah Swt tidak menyebut nama “sang pejuang” itu secara eksplisit tetapi mufassirîn muslim sepakat bahwa ia adalah Siti Hajar, istri Nabi Ibrahîm As. Seusai melahirkan seorang bayi laki-laki bernama Isma’îl, Hajar ditinggal suaminya sendirian di tempat yang gersang dekat “Rumah Allah Swt”. Al-Qur`an menyebut “bi wadin ghairi dzi zar’in ‘inda baitika al-muharram”, (di lembah gersang di samping rumah yang dimuliakan). Sulit dipahami mengapa seorang perempuan dengan bayi yang masih merah ditinggalkan suami dan ayahnya begitu saja di tempat yang sunyi-senyap nan gersang itu. Apalagi dalam konteks Arabia waktu itu.


Hajar begitu cemas melihat anaknya terkapar kehausan tatkala mendengar tangisan bayi Isma’îl dalam nada memilukan. Tangisan yang merobek-robek selambu kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Ia segera berdiri, membiarkan sementara anaknya di suatu tempat yang kering korontang itu, lalu bergegas melangkahkan kakinya dan berlari-lari kecil menuju bukit Shafa dan terus lari ke bukit Marwah, dan kembali lagi ke Shafa. Ia melakukan itu sampai tujuh kali sambil tak henti-hentinya memohon pertolongan Allah Swt dengan hati yang luruh. Ia seorang diri dan dalam ruang panas yang sepi. Satu-satunya yang dicari adalah air bagi anaknya. Ibnu Katsîr, seorang penafsir besar menyampaikan sejarah ini : “Pada mulanya adalah Hajar, seorang perempuan, pulang pergi antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air bagi anaknya. Allah Swt kemudian memberinya pertolongan dengan memancarkan air dari bawah tanah yang disebut “tha’am tha’m”, makanan orang yang kelaparan dan “syifa saqam”, obat bagi penyakit. Air itu kemudian dinamai zam-zam yang hinga hari ini menjadi sumber air yang bersih dan tak pernah kering sepanjang masa dan menghidupi jutaan bahkan bermiliar manusia.
Dari sejarah ritual Sa’i tersebut kita melihat dengan jelas sosok seorang perempuan sekaligus seorang ibu yang tabah, tanpa kenal lelah. Ia dengan penuh ketulusan cintanya berjuang lewat pencarian air untuk menyelamatkan nyawa anak manusia. Ia tidak berjuang untuk dirinya sendiri, tidak juga bagi anaknya, Isma’îl, melainkan pada kenyataannya juga bagi bagi berjuta-juta bahkan bermiliar orang yang datang dari berbagai belahan dunia. Adalah menarik mengapa Allah Swt memilih seorang perempuan, hamba sahaya, berkulit hitam, seorang makhluk Allah Swt dengan sejumlah identitas yang dalam banyak kebudayaan sering direndahkan. Ali Syari’ati mengidentifikasi Hajar dengan sejumlah identitas sosial lebih lengkap : “Ia
seorang perempuan yang bertanggungjawab. Ia seorang ibu yang mencinta, sendirian, mengelana, mencari dan menanggungkan penderitaan serta kekhawatiran, tanpa pembela dan tempat berteduh, terlunta-lunta, terasing dari masyarakatnya, tidak mempunyai kelas, tidak mempunyai ras dan tidak berdaya. Ia seorang budak yang kesepian, seorang korban dan seorang asing yang terbuang dan dibenci”.
Melalui Hajar, Allah Swt membela Perempuan.

Allah Swt melalui Hajar tampak tengah melakukan pembelaannya ketika masyarakat manusia mencampakkannya karena status sosialnya yang dipandang rendah. Allah Swt menolongnya dengan mengabulkan do’a yang dipanjatkannya : “memohon air”. Allah Swt meng¬anu¬gerahi¬nya air, dan tidak yang lain, karena air adalah sumber kehidupan makhluk Allah Swt. Salah satu ayat al Qur-an Allah Swt menyebutkan : “Wa Ja’alna min al Mâ Kulla Syai-in Hayy”,(dan Kami jadikan dari air segala yang hidup). Maka adalah jelas bahwa Hajar adalah sosok perempuan yang memegang peran sangat besar bagi kehidupan manusia dan alam. Ia adalah perempuan yang berkorban untuk menyelamatkan kehidupan umat manusia, karena ia mencintainya.
Melalui Siti Hajar pula Allah Swt ingin membela perempuan ketika masyarakat merendahkannya hanya karena dia seorang budak perempuan, sebuah status sosial yang sangat direndahkan laiknya benda mati. Allah Swt membelanya, DIA menjodohkannya dengan seorang utusan Allah Swt, Ibrahîm As, bapak para Nabi. Dari perkawinannya lahir kemudian manusia pilihan Allah Swt, Nabi Isma’îl. Dari keturunannya pula, kemudian lahir Nabi Muhammad Saw, Nabi kaum muslimin. Melalui perjodohan itu, Allah Swt ingin mengangkatnya dan menghormatinya seperti manusia yang lain.
Status jenis kelamin perempuan dan status budak dalam banyak kebudayaan manusia sejak dulu sampai hari ini acapkali mendapat stigma sebagai makhluk Allah Swt kelas dua. Dan karena hal itu, mereka seringkali lalu tidak difungsikan sebagai manusia yang bermartabat dan memiliki kemampuan. Bahkan seringkali pula mereka menjadi korban struktur atau sistem kekuasaan yang sengaja diciptakan untuk kepentingan jenis kelamin yang lain. Pengorbanan¬nya yang demikian tulus dan penuh keringat tidak mendapatkan penghargaan sama sekali.
Sejarah Siti Hajar dan perhatian Allah Swt kepadanya sebagaimana dikemukakan jelas sekali merupakan sejarah yang berusaha mengkritik sistem budaya sosial-budaya seperti ini. Dan secara lebih luas ia bermakna kritik Allah Swt terhadap sistem sosial yang memarginalkan dan mengabaikan penderitaan manusia. Kenyataan ini seharusnya menyadarkan kita semua untuk senantiasa menghargai manusia tanpa harus melihat status dan latar belakang sosialnya. Serta tanpa melihat sosok tubuh luarnya, warna kulit maupun jenis kelaminnya. “Allah Swt tidak melihat tubuh dan wajah kamu, tetapi melihat pada amal dan hatimu”. Fenomena Hajar adalah fenomena perempuan yang bekerja keras dan berkorban demi cintanya kepada kemanusiaan. Perempuan adalah sumber kehidupan seperti halnya air. Karena itu ia seharusnya dihormati dan tidak dikorbankan untuk kepentingan yang bisa menghancurkan kemanu¬siaan.
Belajar dari Hajar, hari ini adalah moment penting bagi kita untuk menghargai ibu dan menghargai perempuan. Karena mereka adalah sumber kehidupan. Nabi kaum muslimin menegaskan : "Hormati ibumu, hormati ibumu dan hormati ibumu, lalu hormati ayahmu".

*Kupersembahkan untuk emakku, dan untuk para perempuan yang akan mengukir tinta emas sejarah, meski dunia tidak mengabadikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar