Urgensi Ilmu dalam beragama*
Written by:
Fattach Yaseen
Surah
Fusshilat ayat 2
كِتَابٌ فُصِّلَتْ آَيَاتُهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
(3) بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ (4)
3. Kitab yang dijelaskan
ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.
4. Yang
membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka
berpaling, tidak mau mendengarkan.
Substansinya
adalah:
1.
Al-Qur’an itu merupakan firman allah yang ayat ayatnya sangat
terperinci, formatnya berupa bacaan
Berbahasa Arab yang hanya bisa dipahami dengan ilmu, kandungan pokoknya
merupakan kabar gembira dan peringatan dari Allah.
2. Orang-orang kafir berpaling dan tidak
mau mendengarkan Al-Qur’an karena ketiadaan ilmu di dalam dirinya.
Keterangannya adalah:
Allah
Swt memberikan sinyalemen akan pentingnya ilmu dalam memahami al-Qur`an dan
agama. Dalam memahami dan menafsirkan al-Qur`an diperlukan beberapa disiplin
ilmu, ilmu nahwu sharaf, ilmu tafsir dan lain sebagainya. Seseorang yang
menafsiri dan memahami al-Qur`an dengan pendapatnya sendiri sudah barang tentu
akan membuat agama menjadi tidak murni dan cenderung menuruti hawa nafsunya
sendiri. Jauh-jauh hari Nabi muhammad Saw telah memberikan early warning akan
pentingnya ilmu dalam memahami dan menafsiri al-Qur`an serta memberikan ancaman
bagi orang yang menafsirkan sumber otoritatif islam tersebut dengan pendapatnya
sendiri tanpa menggunakan ilmu,
مَنْ فَسَّرَ الْقُرْآن بِرَأْيِِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ
اْلنَّارِ
Artinya: “Barangsiapa
yang menafsiri al-Qur`an sesuai dengan akalnya sendiri, maka besiap-siaplah
duduk di dalam neraka.”
Dalam
memahami dan mengamalkan ajaran agama juga diperlukan sebuah ilmu, perbedaan
orang yang berilmu dan tidak akan nampak sangat kentara dalam usaha keduanya
mengamalkan ajaran agama. Salah satu contohnya ketika seseorang yang shalat
asyar di dalam masjid hanya dapat satu pahala shalat wajib dengan tanpa diniati
shalat tahiyyat al-masjid. Hal tersebut berbeda dengan orang yang
berilmu, dia akan mendapatkan tiga pahala sekaligus, yaitu pahala shalat asyar,
shalat tahiyyat al-masjid, dan pahala i’tikaf dengan niat. Fenomena
tersebut semakin mengukuhkan kontekstual Hadist Nabi Muhammad,
فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِى عَلَى أَدْنَاكُمْ
Artinya:
“keutamaan orang yang berilmu dan orang yang hanya beribadah namun tidak dengan
ilmu itu menyerupai keutamanku atas orang yang terendah diantara kalian semua”.
Lebih
jauh lagi, kedudukan ilmu sangatlah urgen dalam diri seseorang baik dalam
upayanya meraih dunia maupun akhirat, Imam Syafi’i pernah melontarkan diktum,
مَنْ أَرَادَ الْدُّنْياَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ
الْآخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya: ”Barangsiapa yang ingin meraih dunia, maka
diharuskan baginya sebuah ilmu. Dan barangsiapa yang ingin meraih akhirat, maka
diharuskan baginya sebuah ilmu”.
Keengganan
kaum kafir mendengar dan menerima al-Qur`an itu disebabkan karena ketiadaan
ilmu dalam diri mereka. Hal tersebut dapat dibenarkan dengan bukti mereka baru
saja meninggalkan masa dark age, atau jahiliyyah yang sama sekali tidak
mengenal akan ilmu. Sehingga jika ada orang sekarang yang tidak mau
mendengarkan dan mematuhi ajaran-ajaran al-Qur`an itu sama saja dengan mereka
yang hidup pada zaman jahiliyyah.
*kajian Al-Qur`an dan substansinya bersama Romo KH. Drs. Aly As'ad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar