SUGENG_RAWUH


Rabu, 12 Oktober 2011

Urgensi Ilmu


Urgensi Ilmu dalam beragama*
Written by: Fattach Yaseen

Surah Fusshilat ayat 2
كِتَابٌ فُصِّلَتْ آَيَاتُهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (3) بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ (4)
3.  Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.
4. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan.

Substansinya adalah:
1.  Al-Qur’an  itu merupakan firman allah yang ayat ayatnya sangat terperinci, formatnya berupa bacaan  Berbahasa Arab yang hanya bisa dipahami dengan ilmu, kandungan pokoknya merupakan kabar gembira dan peringatan dari Allah.
2. Orang-orang kafir berpaling dan tidak mau mendengarkan Al-Qur’an karena ketiadaan ilmu di dalam dirinya.
Keterangannya adalah:
Allah Swt memberikan sinyalemen akan pentingnya ilmu dalam memahami al-Qur`an dan agama. Dalam memahami dan menafsirkan al-Qur`an diperlukan beberapa disiplin ilmu, ilmu nahwu sharaf, ilmu tafsir dan lain sebagainya. Seseorang yang menafsiri dan memahami al-Qur`an dengan pendapatnya sendiri sudah barang tentu akan membuat agama menjadi tidak murni dan cenderung menuruti hawa nafsunya sendiri. Jauh-jauh hari Nabi muhammad Saw telah memberikan early warning akan pentingnya ilmu dalam memahami dan menafsiri al-Qur`an serta memberikan ancaman bagi orang yang menafsirkan sumber otoritatif islam tersebut dengan pendapatnya sendiri tanpa menggunakan ilmu,
مَنْ فَسَّرَ الْقُرْآن بِرَأْيِِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ اْلنَّارِ  
Artinya: “Barangsiapa yang menafsiri al-Qur`an sesuai dengan akalnya sendiri, maka besiap-siaplah duduk di dalam neraka.”
Dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama juga diperlukan sebuah ilmu, perbedaan orang yang berilmu dan tidak akan nampak sangat kentara dalam usaha keduanya mengamalkan ajaran agama. Salah satu contohnya ketika seseorang yang shalat asyar di dalam masjid hanya dapat satu pahala shalat wajib dengan tanpa diniati shalat tahiyyat al-masjid. Hal tersebut berbeda dengan orang yang berilmu, dia akan mendapatkan tiga pahala sekaligus, yaitu pahala shalat asyar, shalat tahiyyat al-masjid, dan pahala i’tikaf dengan niat. Fenomena tersebut semakin mengukuhkan kontekstual Hadist Nabi Muhammad,
فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِى عَلَى أَدْنَاكُمْ
Artinya: “keutamaan orang yang berilmu dan orang yang hanya beribadah namun tidak dengan ilmu itu menyerupai keutamanku atas orang yang terendah diantara kalian semua”.
Lebih jauh lagi, kedudukan ilmu sangatlah urgen dalam diri seseorang baik dalam upayanya meraih dunia maupun akhirat, Imam Syafi’i pernah melontarkan diktum,
مَنْ أَرَادَ الْدُّنْياَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya: ”Barangsiapa yang ingin meraih dunia, maka diharuskan baginya sebuah ilmu. Dan barangsiapa yang ingin meraih akhirat, maka diharuskan baginya sebuah ilmu”.
Keengganan kaum kafir mendengar dan menerima al-Qur`an itu disebabkan karena ketiadaan ilmu dalam diri mereka. Hal tersebut dapat dibenarkan dengan bukti mereka baru saja meninggalkan masa dark age, atau jahiliyyah yang sama sekali tidak mengenal akan ilmu. Sehingga jika ada orang sekarang yang tidak mau mendengarkan dan mematuhi ajaran-ajaran al-Qur`an itu sama saja dengan mereka yang hidup pada zaman jahiliyyah. 

*kajian Al-Qur`an dan substansinya bersama Romo KH. Drs. Aly As'ad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar