SUGENG_RAWUH


Senin, 20 Juni 2011

DAKWAH BERADAB

Ingin dakwah beradab? wakafkan diri di jalan dakwah kepenulisan
Written By: Fattach Yaseen

“Ballihgu ‘anni walau âyatan,” salah satu pesan Baginda Agung Muhammad yang memberikan signal akan pentingnya sebuah dakwah. Dakwah merupakan satu bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan umat beragama. Dalam ajaran Islam, ia merupakan suatu kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya, baik ditujukan kepada yang sudah menganutnya ataupun belum.
Syeikh Ali Mahfudh dalam kitabnya “Bidayah al-Musytarsyiidîn,” sebagaimana dikutip oleh KH. Sahal Mahfudh, menetapkan definisi dakwah sebagai: ”Mendorong (memotifasi) untuk berbuat baik, mengikuti petunjuk Allah, menyuruh orang mengerjakan kebaikan, melarang mengerjakan kejelekan, agar dia bahagia di dunia dan akhirat”
Sementara dakwah menurut Quraish Shihab adalah

seruan atau ajakan kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi ataupun masyarakat
Kalau boleh meminjam pepatah “banyak jalan menuju roma,” kita juga dapat mengaplikasikan pepatah tersebut dalam berdakwah. Dalam merealisasikan kewajiban dakwah ini kita dapat menggunakan berbagai media dan metode. Misalnya ceramah, diskusi, bimbingan penyuluhan, penerbitan buku, majalah, dan lain sebagainya. Ibarat aliran air sungai yang menuju titik muara, meskipun berbeda-beda dalam cara penyampaian, semua metode dakwah mempunyai satu tujuan yang sama, yakni mendakwahkan ajaran-ajaran syari’at islam yang agung.
Dalam menyampaikan materi atau pesan dakwah, para juru dakwah tidak cukup hanya menyampaikan materi dakwahnya secara blak-blakan, lurus, dan transparan. Sebab penyampaian dakwah secara transparan dan apa adanya ini kadang berpotensi besar menyudutkan tradisi, budaya, atau nilai-nilai yang diagungkan oleh sebagian objek dakwah. Padahal sudah menjadi naluri manusia adalah tidak mau dipersalahkan. Dan orang akan mempertahankan diri secara emosional manakala mereka diserang atau dipojokkan secara psikologis. Bagaimana obyek dakwah bersedia menerima jika muballighnya tidak bisa menghargai mereka?
Oleh karena itu, demi tercapainya keberhasilan dakwah serta pesan dakwah dapat diterima dan dipraktekkan oleh objek dakwah diperlukan seni, metode, dan pendekatan jitu. Sesuai dengan informasi yang dilansir Al-Qur`an surat an-Nahl ayat 125, ada tiga metode dalam kita berdakwah. Yaitu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan wajadilhum billatî hiya ahsân .
KH. Ahmad Shiddiq mengutip dari tafsir al-Khazin menerangkan lebih detail tiga metode di atas. Hikmah, artinya memberi keterangan yang mantap, kokoh, dan benar. Atau menggunakan dalil-dalil yang benar yang mengungkapkan kebenaran dan menghilangkan keragu-raguan. Mauidzah hasanah artinya memberi petunjuk yang menggairahkan kepada kebenaran serta menunjukkan bahaya atau akibat perbuatan buruk. Wajadilhum billatî hiya ahsân artinya dalam berdakwah mengunakan metode dialog atau debat yang lebih baik. Misalnya menggunakan pendekatan adu argumen yang lemah lembut dan menghargai pendapat orang lain.
Kenapa dakwah dengan ketiga metode diatas adalah metode terbaik dan persuasif? Karena dengan modal metode seperti itu, seperti apapun keadaan sasaran dakwah, sang da’i tetap menghargai meraka, memposisikan mereka sebagai manusia yang tidak hanya memiliki akal tetapi juga emosi dan perasaan yang tidak boleh diperlakukan seenaknya layaknya sebuah patung. Dan inilah istilah yang penulis sebut sebagai dakwah yang beradab.
Dengan demikian, karena objek dakwah merasa dihargai dan diperlakukan selayaknya manusia, maka penerapan dakwah dengan metode hikmah, mauidzah hasanah dan wajadilhum billatî hiya ahsân ini punya peluang lebih besar untuk diterima dan mendapat simpati dari obyek dakwah. Berbeda dengan metode dakwah yang disampaikan dengan jalan kekerasan, paksaan, dan cara-cara yang bersifat sarkastik. Alih-alih obyek dakwah akan bersimpati dan menerimanya, justru perlawanan dan permusuhanlah yang akan dikobarkan oleh mereka. Atau seandainya mereka mau menerima, besar kemungkinan penerimaan mereka itu karena keterpaksaan yang semu sifatnya, bukan penerimaan atas dasar kesadaran diri.
Ada beberapa indikator keberhasilan atau kesuksesan dakwah, salah satunya penerimaan secara sadar dari sasaran dakwah terhadap materi atau pesan dakwah yang kita sampaikan. Menurut analisa dangkal penulis, media tulislah yang mampu memanifestasikan ketiga metode berdakwah sesuai yang dilansir Al-Qur`an untuk mencapai kesuksesan dalam berdakwah. Dakwah menggunakan media tulis jauh lebih efektif dan mengena dibandingkan dengan media yang lain. Sebab tulisan dapat diedit, sedangkan kata-kata terkadang kurang terkontrol saat sang da’i berbicara. Dengan media tulis baik berupa cerpen, artikel, ataupun essay, muballigh dapat lebih persuasif mengarahkan obyek dakwah dengan tanpa ada persepsi menggurui. Pertanyaan sekarang, setelah anda membaca sekelumit tulisan di atas, masihkah anda enggan untuk berdakwah dengan media tulis????

Jogja, 2 november 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar