SUGENG_RAWUH


Selasa, 21 Juni 2011

NABI BARU DI TENGAH-TENGAH KITA


Nabi baru ditengah-tengah kita.
Written by: fattach yaseen


Memang, manusia selain dibekali syahwat juga dikaruniai 'aqal oleh Gusti Allah. Dengan ‘aqal itulah manusia mendapatkan strata yang sangat tinggi dibandingkan dengan makhlûq-makhlûq gusti pengeran yang lainnya. Tak ayal, Allah swt memberikan titah kepada malaikat dan jin untuk bersujud tanda penghormatan kepada nabi Adam yang oleh Sang Pencipta dikaruniai ‘aqal. Pantaslah berabad-abad lampau Kanjeng Nabi telah memberikan pesan Universal "Tafakkur As-Sâ’ah Khairrun Min ‘Ibâdah As-Sanah" sebagai pemantik untuk menggunakan ‘aqal sesuai dengan fitrahnya, bukan hanya sekedar untuk hiasan isi batok kepala. Dan salah satu hadist tersebut juga menjadi jargon salah satu sobat penulis suatu malam dalam kesempatan ngobrol ngethaprus ngalor ngidul.
Dalam sela-sela ngopi dan ngrokok yang telah menjadi adat miring parenial kaum sarungan, terlontarlah psywar darinya,
"Marilah kita mencoba merefleksikan salah satu pesan Baginda Nabi Muhammad, Tafakkur As-Sâ’ah Khairrun Min ‘Ibâdah As-Sanah ".
Dengan berapi-api, seorang teman yang demen menggenjot nalar pikirnya membangkitkan kobaran api berfikir dalam diri ini.
"Seandainya, sekali lagi seandainya pintu kenabian belum tertutup dan akan diutus seorang Nabi. Niscaya, pengemban amanah untuk menyampaikan Risalah Tuhan akan diturunkan di indonesia."
Cerocosnya seenak udel memanggang urat leher penulis kala itu. Tanpa banyak cingcong, mulut ini menyemburkan.
"Huss! Ngawur!!!"
Belum juga kedua bibir ini merapat, dengan semangat membabi buta dan pandangan menantang, terlontarlah dari sela-sela asap rokok yang menyemburat dari bibir tebalnya.
"Harus berapa kali lagi saya mengatakan, pikir dulu baru bicara”.
Merasa ditantang, emosi dalam dalam darah muda ini naik membuncah ke ubun-ubun mendorong nalar sadar untuk memacu piston otak, mengubah gerakan maju mundur berpikir, menjadi tenaga putar tafakkur. Di sela-sela menghisap batang rokok yang masih menjadi kontroversial boleh tidak mengkonsumsinya, nalar fikir ini mencoba membuka lembaran-lembaran kusam berabad-abad lampau tentang sosio-kultural masyarakat Arab saat pertama kali ajaran tauhid menggegerkan public jahiliyyah pada waktu itu. Ciri-ciri kental masyarakat jahiliyyah ialah:
 Pertama, fanatisme tribal yang menjelma menjadi cauvinisme. Membutakan mata, menulikan telinga kaumnya. Tak pelak, sering terjadi bentrokan diantara suku-suku yang mendiami jazirah arab saat itu. Pun pula, di Indonesia sekarang ini mulai tumbuh subur Neo Fanatisme Tribal. Bedanya bukan antar suku tetapi antar sekte yang tumbuh secara sporadis dibumi gemah ripah loh jinawi ini. Lihatlah! bagaimana kleim kufur dengan seenak udel yang dihibahkan oleh aliran satu ke aliran yang lain.
Kedua, missoginisme yang menuntut bercokolnya sistem patriarkhis dan pembunuhan bayi wanita. Segendang sepenarian, di bumi tanah air kita tercinta, rupa-rupanya missoginisme semakin subur. Dengan dalih emansipasi wanita, kaum hawa terjebak dalam jeratan eksploitasi. Sudah menjadi lanskap yang tak asing bagi kedua bola mata adegan iklan maupun film yang mengumbar seksualitas cucu hawa. Otomatis harga diri wanita yang begitu luhur dan terhormat menurut proporsionalitas syariat islam menjadi tersubordinasi. Sehingga, missoginisme semakin menjangkit dan bahkan telah mencapai kronis.
Ketiga, kerancauan pemahaman mereka tentang Tuhan yang menjadi sebab pokok paganisme yang mendarah daging. Setali tiga uang, sering dengan laju arus modernisasi. Masyarakat indonesia dewasa ini banyak yang terjangkit hedonisme yang memberhalakan materi, liberalisme yang memberhalakan rasionalitas dan isme-isme lain yang membuat rambut keriting memikirkannya.
Keempat, sistem perbudakan yang sangat dominan. Sehingga, banyak sekali ayat-ayat al-Qur`an dan Hadist yang membahas dan bercerita tentang perbudakan. Sejatinya, agama islam merupakan peletak embrio dihapuskannya sistem perbudakan dari muka bumi dan membidani terlahirnya Declaration Of Human Right. Di bumi tempat kedua kaki berpijak, banyak sekali kaum-kaum proletar menjadi budak-budak bangsawan aristocrat, penyembah berhala kapitalisme yang menuntun terjadinya ketimpangan persaingan antara kaum lemah dan kaum kuat yang sudah barang tentu dimenangkan oleh kaum kuat. Yang menang menobatkan dirinya menjadi majikan dan yang kalah harus lilo, nrimo ing pandum menjadi budak. Akhirnya, banyak dari masyarakat pribumi indonesia harus rela menjadi babu di rumah sendiri.
Kelima, kurangnya perhatian masyarakat jahiliyyah terhadap ilmu pengetahuan. Sehingga, kebodohan tumbuh subur kala itu. Bahkan hingga mencapai titik nadir, ummiyah. Walaupun saaat itu bejibun sastrawan yang magnum ospusnya hingga sekarang menjadi rujukan utama bahasa arab. Namun, kemahiran serta kredibelitas mereka bukan disebabkan karena belajar. Akan tetapi, memang intuisi bahasa bawaan lahir begitu kental yang melekat pada diri para sastrwawan. Bahkan banyak dari mereka yang tidak dapat membaca dan menulis, ummi. Nah, di nusantara ini tanpa terasa ilmu pengetahuaan mulai kurang mendapat perhatian serius. Mulai dari fasilitas prasarana pendidikan, terbukti dengan banyaknya sekolah-sekolah yang tidak layak huni dan biaya sekolah yang mencekik leher. Kedua, pengadaan tenaga guru yang kurang professional, terbukti terkuaknya beberapa kasus suap-menyuap sogok-menyogok dari para calon guru kepada instansi yang terkait. Sehingga, hal tersebut memaksa siapa yang punya duit dapat jadi guru dengan tanpa mempertimbangkan kredibelitas intelektual dan moralitas guru. Kulminasinya, mereka hanya sebagai pengajar semata, tidak mampu merangkap sebagai pendidik dan pembimbing bagi siswa didiknya. Ketiga, disorientasi dari pendidikan itu sendiri. Terbukti dengan diberlakukannya standar kelulusan dari pencapaian nilai dalam UAN. Siswa yang mampu melewati batas nilai minimal dapat menyeruput manisnya kelulusan dan siswa yang naas tidak bisa melewatinya harus rela menenggak pil pahit tidak lulus. Dengan demikian, sistem pendidikan Indonesia bersifat Result Oriented, bukan Task Oriented yang memaksa pendidikan kehilangan ruhnya, Translate Of Value Dan hanya menyandang jasadnya, Translate Of Knowledge.
Keenam, Permisifme dan profanisme yang mendarah daging. Sehingga, angka kejahatan semakin tinggi dalam atmosfer jahiliyyah. Betapa minuan arak telah menjadi laiknya air putih kala itu. Perjudian dan prostitusi yang menjangkit masyarakat kala itu sudah mencapai taraf kronis. Riba dan praktek-praktek kecurangan dalam bertransaksi sudah menjadi pemandangan yang tak asing lagi. Saat sekarang, simaklah infotaiment yang tersebar diberbagai media, baik cetak maupun tulis. Dengan dalih estetika mereka mengekspresikan sesuatu yang dinilai seni tanpa mempertimbangkan etika. Dengan cuap-cuap HAM, mereka bertindak seenak udel tanpa mau menilik kewajiban pemeluk agama terhadap ajaran yang mereka anut. Bukalah mata dan telinga lebar-lebar untuk mengetahui kebobrokan moral anak bangsa. Dimana chat sex, phone sex dan bahkan free sex telah menjadi trade mark saat ini. Sehinga Married By Accident alias LKMD (lamar kêri meteng disik) sudah bukan merupakan bahan pembicaraan yang faktual. Lihatlah betapa tingginya angka kejahatan dinegeri ini, hampir tiap hari jika kita menyaksikan berita dalam TV ataupun membaca Koran tak pernah sepi dari kasus- kasus kejahatan yang terjadi. Mulai dari pencurian, perampokan, pemerkosaan dan bahkan pembunuhan.
Pantas saja jika dalam dasawarsa terakhir bumi pertiwi tercinta harus menitikkan air mata akibat bejubel musibah yang datang silih berganti. Mulai dari badai tsunami, gunung meletus, gempa bumi, banjir, luapan lumpur, dan masih banyak lagi. Jika saja di tanah air tercinta ada Nabi, tidak mungkin Adzab(baca:musibah) tersebut akan mengusik ketenangan masyarakat Indonesia. Bukankah Allah swt telah berfirman "Wamâ Kâna Allahu Liyu'adzdzibahum Wa Anta Fîhim" "Tidaklah Allah Swt Akan Menimpakan Suatu Adzab (Baca;Musibah) Kepada Suatu Qaum Jika Kamu (Muhammad) Berada Ditengah-Tengah Mereka”.
Ternyata ada benarnya juga celotehan teman saya tadi. Memang benar, Neo Dark Age, jahiliyyah modern telah muncul dalam atmosfer bumi pertiwi tercinta ini. Sehingga, untuk merombak dan merekonsruksi budaya dan carut marut negeri ini butuh kehadiran seorang Nabi.
Jangan katakan Mission Impossible tentang turunya Nabi ditengah-tengah kehidupan kita sekarang ini. Namun, yaqinilah Misi Ini Possible. lho bukankah pintu kenabian telah ditutup dengan terutusnya Baginda Agung Muhammad saw???? Ea Memang benar. Akan tetapi, tidak menutup celah bagi kita untuk menghadirkan sosok berkepribadian dan berkarakter persis dengan Kanjeng Nabi. Tentunya dengan menginternalisasikan ajaran-ajaran dan sunnah-sunnah beliau dalam diri setiap muslim. Dengan demikian, akan muncul Nabi-Nabi baru titisan Baginda Muhammad dalam atmosfer kehidupan yang begitu carut marut. Titik kulminasinya,  para Nabi baru mampu merekonstruksi dan menggerek gerbong Neo Dark Age yang bercokol di bumi pertiwi menuju stasiun zaman penuh peradaban kemanusiaan. Wallahu a’lâm bi as-shawâb!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar