SUGENG_RAWUH


Minggu, 19 Juni 2011

FENOMENA MATAHARI KEMBAR DALAM PERSPEKTIF LITERATUR ISLAM KLASIK

FENOMENA MATAHARI KEMBAR DALAM PERSPEKTIF LITERATUR ISLAM KLASIK
TAUSYIAH ROMO K.H. Drs. ‘ALY AS’AD*

Bumi tempat kita berpijak ini mulai serasa rapuh, beberapa kali telah diguncang dengan fenomena alam yang begitu dahsyat. Qiyamat lokal sudah sering terjadi, Al-Qur`an melansir jika bumi ini pernah mengalami banjir bandang pada masa Nabi Nuh As. Yang masih hangat di memori otak kita ialah badai tsunami yang memporak porandakan Aceh, terjangan tsunami yang menyapu kepulauan Mentawai, letusan gunung Merapi yang membabat habis daerah sekitarnya. Gelombang tsunami yang menghancurkan kedigdayaan teknologi negeri Sakura merupakan qiyamat lokal yang terakhir kita dengar. Menurut keterangan yang dilansir kitab Badâi’ Az-Zuhûr Fî Waqâi’ Ad-Duhûr, bumi kita ini masih tetap bertahan hingga sekarang karena berkat perlindungan Qudratillah Wa Quwwatihi. Namun, bumi perlu topangan kekuatan dari penghuninya untuk menerima Qudratillah Wa Quwwatihi tersebut. Penopang terkuat ialah hembusan nafas orang-orang yang bertaqwa. Dapat dibayangkan jika penghuni bumi sudah lupa dengan tuhannya, dapat diraba jika para umat manusia sudah teracuni oleh kejahatan dan kedzaliman. Bumi akan rapuh karena tidak mempunyai kekuatan menerima Qudratillah Wa Quwwatihi.
Menurut prediksi dunia akademik yang diwakili para ilmuan, pada hari selasa (21 juni 2011) siang akan terjadi fenomena alam matahari kembar. Sebagai orang muslim, kita tidak boleh menutup mata akan fenomena alam tersebut, Al-Qur’an sendiri telah memberikan informasi jika peristiwa qiyamat juga dimulai dengan adanya fenomena alam. Allah Swt berfirman dalam surat Az-Zalzalât:
 
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
Artinya: “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), Dan bumi Telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, Dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?", Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.”
Fenomena matahari kembar jika diteropong dari perspektif literatur islam klasik (kitab Badâi’ Az-Zuhûr Fî Waqâi’ Ad-Duhûr) merupakan fenomena alam yang disebabkan karena adanya pantulan cahaya matahari yang menyebabkan seakan-akan matahari itu ada dua. Namun sejatinya matahari hanya satu dan yang satunya merupakan bayangan sinar matahari. Logikanya, jika kita berdiri di depan cermin, maka kita akan terlihat ada dua. Itu artinya ada sesuatu yang bersifat seperti cermin yang memantulkan sinar matahari, sehingga jika di lihat dari bumi matahari seperti ada dua. Teori menurut kitab tersebut mengatakan, bumi di jagad ini bukan hanya bumi yang berupa tanah seperti bumi yang kita tempati, melainkan ada beberapa bumi, Ardh Al-Miyâh (bumi yang berupa air), Ardh Al-Ahjâr (bumi yang berupa batu, zamrud, serta batu perhiasan lainnya), Ardh Ar-Rîh (bumi yang berupa udara). Nah, jika matahari terlihat dua, itu berarti matahari telah mendekati sesuatu yang sangat besar dan dapat mematulkan sinarnya, benda itu tidak lain adalah Ardh Al-Miyâh, yang dapat memancarkan kembali sinar matahari dan akan terlihat dua jika dilihat dari bumi. Efek domino dari fenomena tersebut ialah panas sinar matahari akan melelehkan Ardh Al-Miyâh, selanjutnya air tersebut akan tumpah di bumi kita, bayangkan, jika bumi kita tertimpa air lelehan Ardh Al-Miyâh, otomatis volume air yang ada di bumi ini akan bertambah dan sudah pasti daratan akan tenggelam (seperti halnya peristiwa mahadahsyat yang menimpa kamu Nabi Nuh As, Wallahu A’lâm). Jika kita ingat kembali sejarah peradaban manusia yang diinformasikan Al-Qur’an, akan kita temukan sebuah informasi yang menceritakan tentang banjir bandang yang menimpa kaum Nabi Nuh As. Pada saat itu Allah Swt memusnahkan semua manusia kecuali 40 orang yang beriman dan sepasang semua jenis binatang yang naik perahu bersama Nabi Nuh. Perlu diingat, fenomena alam tersebut bukan tanpa sebab yang memicunya, sumbu konflik dari musibah mahadahsyat tersebut ialah kekafiran dan kejahatan manusia pada saat itu, Nabi Nuh yang penyabar sampai tidak mampu menahan diri akibat kebobrokan kaumnya, yang membuat beliau berdo`a kepada Allah swt untuk memusnahkan kaumnya yang tidak mau beriman kepada Allah swt.
Kita tidak tahu akan efek domino dari fenomena matahari kembar yang diprediksikan akan terjadi hari selasa (21 juni 2011) siang. Apakah akan berdampak banjir bandang seperti halnya pada masa Nabi Nuh As atau tidak, namun yang terpenting ialah bagaimana kita menyikapi fenomena alam tersebut. Dalam syari’at islam telah diajarkan apa yang harus dilakukan saat terjadi fenomena alam yang tidak seperti biasanya. Misalnya saat terjadi gerhana matahari, umat muslim disunnahkan untuk shalat Kusûf Asy-Syamsyi, jika terjadi gerhana bulan, kita disunnahkan shalat Husûf Al-Qamar, di saat langit enggan lagi mengucurkan air kehidupan (kemarau panjang), umat islam dianjurkan untuk shalat Istisqâ`. Lebih jauh lagi, ritual-ritual tersebut disunnahkan berjama’ah dan khuthbah. Dalam khutbah tersebut, khatib dianjurkan menyuruh para jama’ah untuk beristighfar, meratapi dosa dan bertaubat dari segala macam perbuatan dzalim dan dosa.
Substansi dan nilai filosofis disyari’atkannya ketiga shalat sunnah tersebut ialah islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu peka dan peduli dengan adanya fenomena alam yang jarang terjadi. Jangan-jangan fenomena tersebut merupakan peringatan dari allah Swt kepada umat manusia untuk bertaubat dari segala kejahatan dan kebobrokannya. Maka, saudara-saudaraku yang se-iman, marilah kita selalu ingat akan adanya hari akhir dan bertaubat dari perbuatan-perbuatan dosa dan dzalim mulai detik ini. Dan jika prediksi akan adanya matahari kembar tersebut benar benar terjadi, seyogyanga kita shalat tasbih dan shalat hajat untuk kita dedikasikan sebagai wujud rasa syukur kita karena menemui fenomena alam yang menurut ilmu pengetahuan terjadinya 3100 tahun sekali. Selain itu, kita juga memohon ampun dan bertaubat atas dosa dan kedzaliman kita selama ini. Kita tidak tahu dan tidak seorangpun tahu apa yang akan terjadi besok pada hari selasa dan selanjutnya. Jangan-jangan fenomena tersebut jika benar terjadi merupakan early warning dari Allah Swt akan adanya fenomena alam yang lebih dahsyat. Atau lebih jauh lagi, jangan-jangan fenomena matahari kembar tersebut merupakan permulaan akan adanya hari akhir yang dijanjikan. Atau malah ternyata hanya sebuah fenomena alam seperti biasa. Terlepas dari semua itu, tidak ada salah dan ruginya jika pada saat fenomena tersebut terjadi kita bertadharru’, bersimpuh, dan memohon ampunan kepada Allah Swt atas dosa dan kedzaliman kita. Wallahu a’lâm bî ash-shawâb!!!!
* Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa dan Mahasantri “Nailul Ula” Jl.Plosokuning Raya, Minomartani, Condong Catur Yogyakarta. Beliau juga seorang penulis produktif literatur islam, baik terjemahan maupun karya pribadi, karya-karya terjemahan beliau antara lain: Terjemah Fath al-Mu’in, Terjemah Alfiyyah Ibn Malik, Terjemah Ta’lîm al-Muta’allim dll.

2 komentar:

  1. calon kyai menulis tentang titah kyaine :D

    BalasHapus
  2. wah wah,,,bukan calon kiai tapi calon mati,,,aku hanya ingin memanifestasikan sabda nabi "ballighu 'anni walau ayatan" dan sendhiko dhawuh KIAI...

    BalasHapus