SUGENG_RAWUH


Jumat, 20 Mei 2011

extra ordinary



Extra ordinary
Written by: fattach yaseen


Acapkali kita dihardik oleh suatu problem super berat yang  sedikitpun tidak pernah terbesit dalam alam sadar. Setelah itu, bertubi-tubi pertanyaan akan berseliweran di benak seorang anak manusia yang sedang terkaget-kaget dikunjungi makhluq menjengkelkan tak diundang bernama “masalah”. Mengapa semuai ini bisa menimpa? Kenapa hal tersebut tidak pernah terbayang sekelebatpun dalam nalar pikir? Apa penyebab dari semua ini? Rasa terkejut beserta pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak akan pernah ada dalam kamus kehidupan jika kita mau berhati-hati dalam menentukan langkah ataupun sikap.
Terlepas dari qudrah dan irâdah ilahi rabbi, semua hal yang terjadi dalam dunia ini pasti tidak terlepas dari ketentuan sebab akibat, klausalitas (baca;sunnnatullah). Sebab dari pandai karena belajar, sebab dari kenyang adalah makan, sebab dari rasa capek adalah melakukan aktivitas, dsb. Ketentuan ini diabadikan apik dalam salah satu kalam ilahi yang dilansir didalam al-Qur`an.
 Walan tajida lisunnatillahi tabdîlâ,” (Kamu semua tidak akan pernah bisa merubah ketentuan Allah swt.)
Sudah barang tentu dalam setiap kita menghadapi suatu masalah. Baik berskala besar ataupun kecil pasti tidak terlepas dari intervensi sederet huruf yang berbunyi “SEBAB”. Menurut analisa penulis, ada beberapa kemungkinan penyebab dari polemik di atas. Kemungkinan pertama, kekurang sadaran dan sensitivitas kita terhadap kesalahan-kesalahan kecil yang ada dalam fase awal. Yang celakanya, dihari kemudian mengkristal menjadi sebongkah batu masalah yang teramat besar. Segendang sepenarian dengan Theory Butterfly Effectnya Edward Norton Lorenz,
 Kepakan sayap kupu-kupu dibelantara Amazon, dua bulan kemudian menimbulkan badai diseluruh penjuru Texas”.
 Maksud dari theory tersebut ialah, kesalahan sekecil apapun jika terjadi dalam fase awal/perencanaan akan berdampak significant jika telah mencapai tahap akhir. Maka dari itu, kita harus mampu berusaha mengidentifikasi kesalahan-kesalahan sekecil apapun. Kemudian, membereskannya sedini mungkin. Supaya kesalahan kecil laiknya kuman di pelupuk mata tersebut tidak menjelma menjadi bumerang di kemudian hari.
Kemungkinan kedua, kurangnya  pertimbangan akan dampak dari apa yang telah kita perbuat. Sebenarnya, alam pikir sadar jika sesuatu yang akan kita lakukan ialah merupakan kesalahan. Namun kita memandang sebelah mata akan implementasi dari hal tersebut. Seningga, dengan tanpa merasa berdosa seculipun, dengan seenak udel kita melakukan hal yang bertentangan dengan paradigma alam pikir. Kita kurang sadar dan mau memanifestasikan akan filosofi orang jawa,
 Ojo nganti kriwikan dadi grojogan (Jangan sampai pancuran menjadi air terjun.)”
 Sekilas jika diteropong dari perspektif scriptural, kata-kata yang selalu didengungkan oleh ibunda kepada penulis tersebut sangatlah simpel. Namun, jika mau membongkar makna-makna yang tertimbun di bawah reruntuhan filsafat jawa tersebut. Maka akan kita temukan  segudang filsafat kehidupan yang begitu apik. Uniknya lagi, filsafat kejawen tersebut hampir senada dengan sabda Baginda Nabi Muhammad saw.
Idzâ aradta an taf’ala amran fatadabbar ‘aîbatahu, fa,in kâna khairan famdhihi wain kana syarran fantahi, (ketika kamu akan melakukan sesuatu. Maka pertimbangkanlah akan implementasinya. Jika baik maka teruskan dan jika buruk maka urungkan.)”
Klimaksnya, kita harus bersikap sensitif dan mampu mengidentifikasi kesalahan-kesalahan yang paling kecil sekalipun. Selanjutnya menyelesaikannya secepat mungkin serta mengerahkan segenap kemampuan berpikir dan nurani untuk mempertimbangkan akan implementasi segala tindakan kita. Jadikanlah pengalaman-pengalaman kecerobohan kemarin sebagai api pemantik keberhati-hatian dan ketepatan langkah kita esok hari. Sehingga, kita mampu memanifestasikan pesan universal sang revolusioner sejati, penggerek gerbong masa dark age (baca;jahiliyyah) menuju zaman peradaban kemanusiaan.
Beruntunglah orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, merugilah orang yang hari ini sama dengan hari kemarin, tertipulah orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin.”
Kulminasinya, kita akan menuai predikat extra ordinary people. Nas`alu Allaha at-Taufîqâ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar