SUGENG_RAWUH


Jumat, 20 Mei 2011

membaca


Membaca
Written by: fattach yaseen

Suatu ketika, Jibril menemui Muhammad yang tengah berdiri di dalam gua. Jibril lantas meletakkan tangannya pada dada dan punggung nabi Muhammad saw yang terlihat ketakutan sambil berdoa,
 "Ya Allah ringankanlah bebannya, lapangkanlah dadanya dan bersihkanlah hatinya. Wahai Muhammad bergembiralah! Sesungguhnya engkau adalah seorang nabi bagi umat ini. Bacalah! “
 Dengan keadaan ketakutan dan tubuh gemetar, Nabi menjawab
 “Aku sama sekali  tidak bisa membaca.”
Kemudian malaikat Jibril mendekapnya dan kembali berkata
 "Bacalah!"
Untuk kedua kalinya, beliau Nabi menjawab
"Aku sama sekali tidak bisa membaca dan menulis".
 Sedetik kemudian, malaikat jibril mendekapnya lagi dengan sekuat tenaga, hingga Nabi nampak kehabisan tenaga, malaikat jibril berkata untuk yang ke tiga kalinya
"Bacalah."
 Dan rasulullahpun masih memberikan jawaban yang sama
 "Aku sama sekali tidak bisa membaca."
Untuk kesekian kali, Malaikat Jibril kembali mendekap, lalu mendudukkannya pada sebuah alas permadani. Saat itulah Jibril melihat sifat-sifat kenabian Muhammad bagaikan intan mulia. Setelah duduk, malaikat Jibril membacakan al-Qur’an surat al-‘Alaq
Itulah sekelumit goresan tinta emas sejarah islam. Dan juga merupakan embrio terlahirnya agama Rahmatan lî al-‘Alamîn. Namun, yang harus digaris bawahi ialah pesan moral yang ingin disampaikan oleh Gusti Allah kepada umat manusia. Betapa Pengêran telah memberikan porsi yang besar kepada makhluq yang bernama ‘membaca’. Bayangkan, Kalam Ilahi yang pertama kali diturunkan kepada Kanjeng Nabi ialah “iqra`”, bacalah! Dan itupun malaikat jibril sampai tiga kali menyampaikan “iqra`” kepada Baginda Agung Muhammad dalam satu waktu, satu tempat.
Penulis teringat saat masih duduk di bangku SMU, ada suatu pelajaran kewirausahaan. Nah, mata pelajaran tersebut diampu oleh seorang guru bernama Bapak Sanyono. Namanya juga guru, sudah pasti dalam mengajarkan pelajaran mempunyai metode untuk mentrasfer pemahamannnya kepada anak didik. Nah, tipologi guru itu ialah selalu mengkhathbahi murid-muridnya dengan metode-metode belajar. Yang selalu terngiang-ngiang dalam gendang telinga ialah diktumnya,
“Belajar ada tiga metode. Pertama, mendengar berulang-ulang. Kedua, menulis berulang-ulang. Ketiga, membaca berulang-ulang”
 Pantaslah ada kata-kata bijak yang mengatakan,
 “Membaca membuka jendela dunia”.
 Dengan membaca, kita akan mampu menjelajahi dunia dengan tanpa berpindah tempat, dengan tanpa mengeluarkan bejubel biaya untuk mengelilingi dunia. Penulis pernah merasakan atmosfer kehidupan di bumi Fir’aun hanya dengan membaca novel Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih. Meskipun belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di pasar sayyeda Zaenab, penulis sudah dapat merasakan suasana riuh tempat tersebut.
Cobalah, kita tengok orang-orang besar yang ada di jagat ini. Gus Dur, negarawan sekaligus tokoh fenomenal yang sering mengguncang islam di tanah air dengan statement kontroversialnya ternyata mempunyai semangat membaca yang menggebu-gebu mulai dari kecil. Waktu kecilnya beliau habiskan untuk menelisik huruf-huruf yang tertata rapi dalam sebuah buku. Beliau semakin keranjingan membaca setelah guru SD nya yang termasuk anggota GERWANI mulai memperkenalkan hasil-hasil pemikiran para filosof yunani kuno kepada Gusdur kecil lewat buku-buku yang dipinjamkannya.
Bung Hatta, siapa orang Indonesia yang tidak mengenal sosok Drs moh hatta, bapak Wakil Presiden Indonesia pertama dan bapak Proklamator bersama Ir. Sukarno. Faktor determinan yang mampu membentuk kepribadian beliau ialah membaca, mulai dari SR hingga sekolah di Belanda, membaca merupakan menu wajib bagi funding father system perekonomian koperasi di Indonesia itu. Syahdan, ketika beliau diasingkan oleh belanda karena dianggap berbahaya, tak pernah tertinggal buku bacaan menemani pengasingannya.
Buya Hamka, sosok Agamis dan Intelektual Muslim sekaligus Sastrawan yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan Muhammadiyah dan pernah menjabat sebagai ketua MUI itu juga merupakan bookaholic. Berjubel hasil karya sastranya yang tidak hanya menggoyang dalam negeri, melainkan juga mampu menggebrak luar negeri, Malaysia dan singapura. Uniknya, kredibelitas intelektual yang menghantarkan beliau menjadi dosen diberbagai perguruan tinggi tidak deperolehnya dengan menimba ilmu di dalam pendidikan formal. Melainkan beliau peroleh dengan membaca. Anehnya, pengeksplorasian ilmu itu tidak dengan bahasa ibu, bahasa Indonesia. Melainkan beliau peroleh dengan menggali makna-makna yang tertimbun di bawah literatur arab.
Benjamin franklin, orang yang membidani lahirnya Doktrin Monroe dan berhasil menahkodai bangsa Amerika mengarungi samudra revolusi hingga akhirnya menghantarkannya duduk di singgasana Presiden merupakan orang yang keranjingan membaca. Kendati masa kecilnya suram dan kesulitan, namun hal tersebut tidak mampu meredam semangat membaca yang berkobar-kobar dalam dadanya. Bayangkan, ilmu-ilmu politik dan kenegaraan yang dikuasainya tidak diperoleh dengan duduk manis di bangku sekolah. Namun, ia kais dari buku-buku loakan.
Farid esack, tokoh kontroversial penulis buku Qur`anic and Pluralism meskipun tertindas tiga lapis penindasan sekaligus, triple oppression, apartheid, patriarkhis, dan kapitalisme harus rela mencari buku-buku di tempat loak. Sehingga dengan ketekunannya itu dia berhasil menyenggamakan prinsip-prinsip islam yang egaliter dengan nurani kulit hitam untuk menumbangkan rezim apartheid dan menghantarkan Nelson Mandela menjadi presiden kulit hitam di negeri afsel saat itu
Tidak usah jauh-jauh, funding father peletak embrio pondok pesantren Lirboyo juga Masya Allah, sangat mempeng dalam muthala’ah kitab. Semua saksi sejarah sepakat jika Mbah Abdul Karim merupakan sosok pribadi yang hanya menghabiskan waktunya untuk ibadah dan muthala’ah kitab. Mbah marzuqi juga mempengnya luar biasa, hingga Kitab jurumiyyahnya sampai tidak bisa dibaca karena saking seringnya dipegang, tulisan kitab tersebut banyak yang luntur. Kitab Ibnu ‘aqîl juga tak pernah lepas dari gengamannya. Mbah Macrus juga sama, beliau sangat disiplin dan giat dalam muthala’ah kitab. Dapat dipastikan beliau tidak pernah tidur sebelum jam satu malam. Tak heran jika pondok pesantren Lirboyo mampu menelorkan orang-orang besar dikarenakan barakah dari riyadhah tiga tokoh pendiri pesantren tersebut.
Pertanyaan sekarang, masihkah kita malas membaca dan menghabiskan waktu hanya dengan cangkrukan di cafe dan tongkrong di pinggir jalan ngobrol ngalor-ngidul ra karuan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar